cerpen saduran dari majalah Bobo

ini adalah tugas bahasa indonesia kelas 9. Bu Karlin nyuruh murid-muridnya membuat sebuah karangan cerita sebanyak 1000kata. karena aku murid yang tidak baik, jadi aku njiplak dari majalah bobo ku yang jaman dulu hahaha.. maaf ya,bu! Tapi banyak yang udah tak rubah. intinya aja kok bu yang masih sama. makasih Bu Karlin, untuk semuanya! muahahahahah

Harusnya Mama tidak memilih sekolah ini untukku, kata Kana dalam hati. Kana mengeluh melihat temen-temen sekelasnya bergembira. Lomba Pemilihan Ibu Teladan diadakan lagi di sekolah ini. Pesertanya para ibu murid kelas tujuh sampai kelas sembilan.
“Anak-anak, jangan lupa formulirnya dikumpulkanminggu depan, ya!” ujar Pak Andre.
“Yaaaa, Paaak!“ seru anak-anak gembira, kecuali Kana yang diam saja. Dia menyelipkan formulir itu ke dalam tas dalam-dalam. Bel pulang pun berdering. Anak-anak kelas delapan langsung bergegas pulang, namun Kana rasanya ingin di kelas saja. Malas pulang
“Kana, ayo!“ panggil Sisil dari pintu kelas. Kana lupa bahwa Sisil menuggunya. Kana akan ke rumah Sisil, meminjam buku Pintar Biologi. Tadi pagi Kana sudah meminta izin pada Mama.
“Kira-kira kali ini anak kelas berapa, ya, pemenangnya?” ujar Sisil dengan mata berbinar-binar. Mereka sudah sampai di rumah Sisil. Kana diam saja. Matanya memandangi foto mama Sisil. Mama Sisil seorang dosen. Kana menelan ludah. Sisil pasti bangga memiliki mama seorang dosen.
“Semoga lomba kali ini pemenangnya dari anak kelas delapan, ya, Kana? Masak dari dulu anak kelas sembilan terus yang menang,” kata Sisil lagi.
Mungkin kali ini Sisil berharap mamanya yang terpilih menjadi ibu teladan, kata Kana dalam hati.
“Nanti mama kamu ikut, kan, Kana?” tanya Sisil.
“Oh, ya, ikut,” jawab Kana gelagapan. Mudah-mudahan Sisil tidak bertanya-tanya lagi tentang Mama, keluh Kana dalam hati.
“Mungkin kamu kaget, ya, ada lomba ini?”
“Iya, di sekolahku yang dulu tidak ada lomba yang seperti ini.”
Kemudian Kana pamit kepada Sisil. Kana meminjam buku Pintar Biologi dan beberapa majalah sains.
Setiba di rumah, Kana langsung masuk kamar. Berganti pakaian dan bersiap untuk les Bahasa Mandarin.
“Sudah pulang, Kana?” terdengar seruan Mama dari kamarnya.
“Sudah, Ma,” jawab Kana tidak bersemangat.
“Makan siang sudah disiapakan di meja makan. Mau Mama temani makannya?” ujar Mama lagi, masih dari kamarnya.
“Enggak usah, Ma....” balas Kana. Dia tidak mau Mama melihat wajahnya yang murung. Pasti Mama akan bertanya apa penyebabnya. Kalau saja Lomba Pemilihan Ibu Teladan itu tidak ada, keluh Kana. Coba ia boleh izin untuk tidak mengikuti lomba itu. Namun kata Pak Andre, Ibu semua murid harus ikut!
Masalahnya, Mamanya tidak seperti mama Sisil yang dosen, mama Dania yang pengacara, mama Tomi yang artis, mama Helen yang pengusaha, mama Novi yang manajer bank, atau seperti mama teman-temannya yang lainnya.
Mama Kana berubah semenjak kecelakaan yang menewaskan papanya itu. Kemudian mereka pindah ke Surabaya. Sejak saat itu Mama lebih suka berdiam diri di kamarnya. Sementara Kana pun sibuk dengan berbagai les dan belajar piano. Walaupun begitu, Mama dan Kana selalu punya waktu untuk berbagi cerita. Namun, untuk lomba kali ini Kana tidak memberi tahu Mama.
Hingga suatu hari....
“Kana, Mama menemukan formulir ini terselip dalam buku gambarmu,” ucap Mama pagi itu. Kana terkaget-kaget. Mama telah menemukan formulir itu! Gawat!
“Kamu pasti lupa, ya?” Mama tersenyum. “Kalau begitu cepat kamu daftarkan pada Pak Andre. Hari ini kan hari terakhir. Untung saja Mama kemarin malam ke kamarmu buat pinjam penggaris waktu kamu sudah tidur. Kalau tidak kamu pasti kecewa tidak ikut lomba ini. Iya, kan, sayang?” tanya Mama sambil mengelus kepala Kana.
“Iya, Ma....” jawab Kana pasrah. Dalam hati ia merasa takut kalau Mama ikut, teman-temannya akan menjauh dari dirinya.
“Ini sudah Mama isi formulirnya. Jangan lupa lho, ya!” ujar Mama.
“Nanti Kana serahkan pada Pak Andre, Ma,” ucap Kana
Sepuluh hari berlalu....
Hari Pemenang Lomba Pemilihan Ibu Teladan pun tiba. Sebelum pengumuman diadakan pentas seni. Salah satunya adalah paduan suara yang diiringi oleh permainan pianonya Kana. Setelah pertunjukkan selesai, Kana langsung bersembunyi di balik panggung. Tapi Kana dapat mendengar pengumuman itu lewat pengeras suara. Semua murid kelas tujuh sampai kelas sembilan berdebar-debar. Semua ingin tahu, Ibu siapa yang akan jadi pemenangnya.
Mama Tomi yang artis itu mengumumkan....
“Kami, para ibu semua murid telah memutuskan.... pemenangnya adalah.... mama Kanaaaa....!”
Terdengar tepuk tangan bergemuruh. Mamaa pemenangnya? Kana hampir tidak percaya! Lalu ia berlari menuju mamanya duduk. Dengan percaya diri Kana mendorong kursi roda Mama ke depan panggung.
“Mama Kana adalah seorang pengarang cerita anak terkenal. Dengan segala keterbatasannya Mama Kana berjuang membesarkan Kana sendirian. Mendidik dan membimbing Kana menjadi anak yang pandai. Ia telah berhasil menjuarai berbagai lomba piano, lomba pidato bahasa mandarin, lomba pidato bahasa inggris, dan selalu menduduki juara kelas di kelas. Mama Kana patut dijadikan contoh oleh kita semua. Selamat untuk mama Kana!” tutur mama Tomi bersemangat. Semua yang hadir bertepuk tangan.
Diam-diam Kana menangisi pikirannya terhadap Mama selama ini. Ia menyesali sikapnya pada Mama meski dalam hati. Ternyata Mama adalah Mama yang hebat. Mama terbaik yang pernah ada. Terlambat ia ketahui. Mama, maafkan Kana, bisik Kana dalam hati. Di rumah nanti, Kana berjanji akan bersimpuh di kaki Mama. Meski kedua kaki mamanya telah diamputasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Tahun

Belajar Menjadi Diri Sendiri

pameran sekolah